googlef1d469d5fe68ebf6.html BangJoRu: Fenomena Pelajar Bawa Motor Ke Sekolah, Perlu Di Sikapi Dengan Bijak

Fenomena Pelajar Bawa Motor Ke Sekolah, Perlu Di Sikapi Dengan Bijak


sumber gambar


Halo Brosis
Fenomena pelajar naik motor ke sekolah sebenarnya sudah bukan sebuah hal yang baru, hanya akhir-akhir ini di tempat bjr tinggal yakni Sidoarjo sedang hangat pembicaraan mengenai pelajar naik motor ke sekolah.
Tentu saja tidak asap jika tidak ada api, pemicunya yaitu adanya korban jiwa pelajar tewas tidak hanya satu, atau dua, bahkan beberapa minggu sebelum ujian akhir semester hampir setiap minggu ada saja korban kecelakaan yang melibatkan pelajar.
Rata-rata korban meninggal dunia penyebabnya adalah tidak memakai pelindung kepala alias helm, sebuah standart yang sebenarnya sangat dasar yang harus di lakukan oleh pengendara motor.
Okelah sebenarnya ini sebuah pro kontra yang kembali menghangat karena ada sebabnya, tapi dari sudut pandang bjr sebagai penulis ulasan ini tidak sesederhana mempublish, menyalahkan atau bahkan menghakimi, tapi beberapa sebab bisa dari hal lain yang di kira memudahkan bahkan kita sebagai orang dewasa pun tak jarang melakukannya.


Alasan naik motor ke sekolah
Tentu saja berangkat ke sekolah membawa motor bukan tanpa alasan, setidaknya ada beberapa alasan yang mendasari mulai dari
  • jarak ke sekolah yang jauh
  • sekolah tidak menyediakan jasa antar jemput
  • orang tua sibuk bekerja, sehingga tidak ada yang mengantar
  • minim angkutan umum yang melewati jalur rumah ke sekolah
  • gengsi antar pelajar
jika dilihat dari beragam alasan di atas, beberapa menurut bjr amat sangat logis, mungkin jika di telaah secara mendalam hanya alasan terakhir saja yang merupakan alasan subjektif pelajar, lainnya jika dilihat kondisi rillnya bjr akan amini “Iya”, setidaknya itu yang pernah bjr alami dahulu dan sampai sekarang hampir tidak ada perubahan saat bjr lihat.
Angkutan Umum ? No, Bus Khusus Pelajar ? YES
Setidaknya di tempat bjr angkutan umum saat ini sudah hampir di titik nadirnya, bukan tanpa sebab memang karena saat ini orang lebih suka menggunakan kendaraan pribadi dari pada naik angkutan umum. Lupakan trans Jakarta yang melalui banyak rute di ibukota, kalau di kota kota kecil macam tempat bjr, boro2 trans Jakarta wong naik angkutan umum sekelas bemo saja hanya ditemui di jalan perkotaan itu pun lajunya kalem2 karena macet di jalan semakin menggila setiap harinya.
Belum lagi kebiasaan buruk angkutan umum yaitu “ngetem” alias nunggu penumpang agak penuh baru berangkat, bisa dibayangkan sebagai pelajar “sudah” berangkat pagi eh angkotnya malah ngetem nunggu penumpang, gimana perasaan brosis. Belum lagi sampai sekolah telat, terus dihukum kena poin, lengkaplah derita.
So untuk angkutan umum berharap pada angkot dan sejenisnya bagi pelajar rasanya sudah tidak rasional lagi, selain gerah waktu terkadang juga gerah tenaga dan pikiran. Solusi rasionalnya tentu menyediakan angkutan bus khusus pelajar yang disediakan pemerintah, tidak hanya bus tapi rute di perbanyak yang mencakup rute dekat sekolah2, dan kalau bisa gratis, kalaupun berbayar harus sangat terjangkau bagi pelajar, dan alhamdulillah pemerintah daerah di bjr sudah (akan) menyediakan bus khusus pelajar, semoga berjalan lancar dan terealisasi.
Jarak Ke Sekolah Jauh
“Seberapa sih jauhnya wong ibuk/ bapakmu dulu sekolah ngontel kalau nggak jalan” itulah kata2 yang kerap menjadi alasan klasik orang tua. Dan jawaban ngelesnya pasti “Iya itu dulu jaman bapak/ibuk saat motor masih jarang (karena mahal), mobil masih beberapa, dan angkutan umum masih relevan digunakan, atau kalau nggak, banyak teman yang masih ngontel dan juga jalan kaki.”
Lah sekarang ya pasti ogah ke sekolah jalan kaki atau ngontel. Okelah kondisi diperparah saat orang tua menyekolahkan anaknya tidak melihat dahulu jarak rumah ke sekolah jauh dekatnya, tak jarang pula ada yang sampai di kota tetangga hanya untuk mengejar sekolah favorit atau sekolah negeri.
Atau kalau sederhana masih dalam lingkup satu kabupaten, tapi jaraknya sudah sampai belasan atau bahkan puluhan kilometer. Saat sma tidak sedikit teman bjr yang jarak rumah ke sekolahnya terbilang jauh untuk ukuran anak sma yang terjauh sampai 17 km (34 PP), solusinya ya Cuma naik motor, untungnya teman sekelas bjr itu safety pakai helm, sarung tangan, jaket.
Solusi sederhana sebenarnya adalah adanya batas jarak rumah-ke sekolah, caranya ?  ya batasi ruang pendaftaran siswa negeri hanya maksimal 2 kecamatan terdekat dari sekolah untuk sma, dan 1 kecamatan terdekat dari sekolah untuk smp tapi patokannya tempat tinggal/ rumah siswa, jangan KTP orang tua, kalau ktp mah bisa bohong seperti ktp Surabaya tinggal di Sidoarjo tapi sekolah di sekolah negeri di Surabaya. 

sumber
Peran Sekolah
Bjr sangat mengapresiasi sekolah-sekolah saat ini yang tidak mendukung dengan (TIDAK) menyediakan lahan parkir motor siswa di sekolah, tentu ini langkah sederhana yang sudah sepatutnya di tiru sebagai bentuk larangan pelajar membawa motor. Meskipun ada beberapa sekolah yang malah menyediakan parkir bertingkat di dalam sekolah untuk kendaraan bermotor siswa (bjr prihatin).
Atau kalau mau yang ekstrim pun bisa mencontoh hal baik dan tegas seperti di Purwakarta yang memberlakukan peraturan pelajar tidak boleh bawa motor, nekat bawa motor sanksi tidak naikkelas ,tentu ini bisa di contoh oleh kepala daerah yang lainnya untuk melindungi generasi muda mati sia-sia di jalan.

Faktor Lain
Saat ini memperoleh kendaraan pribadi sudah terbilang amat sangat mudah bagi masyarakat, tak lain karena skema kredit yang terlalu memanjakan konsumen hingga membuat masalah di sisi lainnya. Dahulu kredit motor masih jarang sekali, hingga awal 2000 an sudah mulai marak beli motor dengan skema kredit.
Sampai pada saat ini tak jarang kita temui kredit dengan uang muka 500 ribu, 200 ribu bahkan tanpa dp sekalipun konsumen bisa dengan mudah mendapatkan motor. Serba salah memang di satu sisi banyak uang yang berputar baik itu dari produsen sendiri, pemerintah (lewat pajak), bahkan dari bengkel yang merawat kendaraan sekalipun turut mendongkrak perputaran uang yang mengakibatkan perekonomian semakin membaik.
Akan tetapi jumlah kendaraan  yang menjamur tidak dibarengi dengan sarana dan prasarana yang memadai, belum lagi kondisi jalan yang tidak sebanding perkembangannya dibandingkan perkembangan jumlah kendaraan tentu menjadi sebuah masalah tersendiri. Di Jawa Timur perbandingan pertumbuhan kendaraan dengan jalan adalah 17 % (motor dan mobil) dibanding KURANG DARI 1 % (BPS 2013).
Lebar Jalan tak seberapa kendaraan tambah menggila jumlahnya, angkutan umum pasti sulit bergerak, dan pengendara yang tak matang emosinya tak jarang juga celaka, tak terkecuali rider muda alias belia yang terkadang meregang nyawa di jalan raya.
So menurut bjr mendorong masyarakat menggunakan (kembali) angkutan umum tanpa membatasi kendaraan pribadi rasanya amat sangat sulit dilakukan, istilahnya memadamkan api dengan minyak tanah, ujung2nya jalanan tambah penuh sesak.
Begitu juga dengan pelajar yang sudah seharusnya tidak seliweran naik motor di jalan, tanpa helm, sim ? apalagi, tak jarang motornya tanpa spion, ban cacing, knalpot brong.
Last sebenarnya tidak perlu menyalahkan pelajar, memang belum waktunya karena belum punya sim. Akan tetapi yang dewasa pun seharusnya perlu di warning juga, memang yang dewasa mau kerja / kuliah naik angkot, itu pejabat pemerintah napa kok gak naik angkutan umum malah naik kendaraan pribadi yang segede gaban padahal isinya Cuma 1 atau 2 orang. Kalau begitu mah sama saja “pelajar” Cuma dijadikan objek yang di cari2 kesalahannya
apalagi ibuk2 yang sein kanan padahal belok kiri.

cowboy cilik

Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar