googlef1d469d5fe68ebf6.html BangJoRu: Review Film Arini, Film Drama Romantis Epic Yang Jalan Sendiri-Sendiri

Review Film Arini, Film Drama Romantis Epic Yang Jalan Sendiri-Sendiri

film arini



Judul Film : Arini, Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat
Sutradara : Ismail Basbeth
Pemeran : Aura Kasih (Arini), Morgan Oey (Nick), Olga Lydya (Ira), Haydar Saliz (Helmi)
Jenis Film : Drama Romance
Tahun Rilis : April 2018
Produksi : Falcon Picture

Hari kamis yang suntuk bagi saya (5/4), akan tetapi di hari tersebut saya sudah list dalam jadwal saya untuk menonton sebuah film, biarlah bukan weekend terlebih penat dengan rutinitas saya bulatkan tekat untuk menonton film di hari itu juga

Arini, Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat, sebuah film Indonesia bergenre drama yang diangkat dari novel karya penulis terkenal Indonesia yaitu Mira W. Yang lekat dengan kisah-kisah cinta dalam setiap karyanya.

Saya tidak asing dengan Mira W. Karena novel Indonesia pertama yang saya baca bukanlah Marah Rusli dengan Siti Nurbayanya, melainkan Mira W. Tentu saya bukan pilah-pilih tapi dasar saya yang kala itu masih remaja kalau bukan tugas sekolah ogah buat resensi novel Indonesia, hehehe, meski pun karena tugas tersebut pada akhirnya saya malah suka membaca

Masih Ada Kereta Yang  Akan Lewat bercerita tentang kisah cinta dua insan yang berbeda usia jauh, Nick pemuda 23 tahun yang secara tidak sengaja bertemu dengan Arini perempuan 38 tahun di dalam sebuah kereta api di Jerman. Pada pertemuan yang tidak direncanakan tersebut siapa sangka jika Nick yang masih mahasiswa nyatanya tertarik kepada Arini dan kisah asmara keduanya pun berlanjut meski trauma akan kisah cinta masa lalu Arini yang pahit masih menghantui

Film dimulai dengan adegan bertemunya Nick dengan Arini di dalam kereta api, karena tidak mempunyai tiket Nick menjadi penumpang gelap dan menitipkan tasnya di samping Arini sampai kondektur memeriksa setiap gerbong, sesampainya di Stutgart Arini memberikan uang kepada Nick untuk membeli tiket kereta pulang. Akan tetapi Nick yang tertarik dengan Arini bukan lantas pergi, akan tetapi malah bertemu dengan Arini di apartemennya karena handphone Arini tidak sengaja terjatuh.

Pada Opening film Arini ini sebernarnya sudah sangat pas dan sesuai setidaknya meski beberapa adegan di hilangkan akan tetapi opening film yang sama seperti dalam novel dapat disajikan baik oleh sutradara. View  kereta di Jerman dengan landscape yang Indah bahkan memberi kesan batapa sutradara ingin mengentalkan/menonjolkan setting film ini mencakup Jerman dari sudut yang paling Indah dan Pas.

film arini


bahkan ketika alur cerita dalam film ini ternyata mengikuti seperti yang ada di dalam novel tampaknya untuk setting pada film ini dapat di jaga dengan baik oleh sutradara, hanya kesan nature saat penggambilan gambar saat di rumah Arini terkesan kurang pas dan kurang match dengan setting pada bagian lain, tampaknya pada bagian ini agak bingung meramu kesan masa lalu dalam bingkai yang pas.
Tokoh Kurang Chemistry, Lainnya Kurang Maksimal
Tidak ada yang salah sebenarnya dengan akting dari Aura Kasih dan Morgan Oey. Berperan sebagai Nick yang notabene anak muda bukanlah sesuatu yang sulit bagi Morgan, apalagi dengan karakter terbuka, humble dan humoris semua apa yang ada pada Nick dapat di sajikan dengan baik oleh Morgan Oey, bahkan jika iqbal dalam dilan memainkan kata-kata dalam merayu, Morgan sebagai Nick adalah versi senior nya yaitu merayu dengan hal dan tingkah konyolnya, this is a great in the character.

Begitu juga dengan Aura Kasih yang juga epick dalam memerankan perempuan janda 38 tahun yang pernah mengalami masalah dalam percintaan. Pun begitu saat Aura Kasih berperan dalam Arini dalam 2 sisi yang berbeda, yaitu Arini lugu umur 20-an dan Arini menjelang 40-an, dari perempuan lugu tanpa polesan makeup, sampai menjadi perempuan janda berwajah galak anti sosial yang berkarakter dingin.

film arini

Akan tetapi chemistry antara keduanya kurang untuk ukuran sepasang kekasih, bahkan terkesan agak kaku dan canggung,tentu saja terlepas dari perbedaan karakter antara 2 tokoh tersebut. masih ada sekat antara keduanya, hal tersebut juga tampak dalam beberapa scene saat berpelukan di rumah Arini, masih ada rasa canggung, padahal ini bukan dari cerita novel Islami macam Assalamualaikum Beijing yang minim kontak dan sentuhan.

Pun Demikian dengan tokoh lain, Ira misalnya yang diperankan Olga Lydia tampak masih kurang maksimal dalam segi dialog, bahkan saya kurang menangkap karakter Ira sebagai perempuan modern kecuali dari tampilannya saja. pun saat di scene Ira dengan Arini kurang menunjukkan bagaimana seharusnya dua sahabat karib yang lama tidak bertemu.

Begitu juga dengan Haydar Saliz sebagai Helmi yang kurang menonjol dan kurang maksimal memerankan Helmi. Hilangnya beberapa scene seperti dalam novel turut andil dalam kurang maksimalnya peran dari beberapa tokoh, seperti scene hubungan gelap Ira dan Helmi, demikian juga dengan Hadi (suami Ira) yang malah hanya terucap tanpa ada rupa tokohnya dalam film ini.  

 Konflik Kurang Dimaksimalkan, Tempo Lambat Durasi Terbatas

Sebenarnya konflik dalam film ini kurang maksimal dan hanya berkutat pada Nick dan Arini alias perbedaan umur. Padahal sebenarnya konflik Arini dengan Ira dan Helmi punya potensi untuk di eksplore lebih dalam yang menjadikan film mungkin lebih menarik tentunya.

Mungkin sutradara ingin berfokus pada satu konflik saja yaitu Arini dan Nick dengan masalah umurnya, sehingga konflik dalam film ini berkesan hanya bercerita tentang cinta seorang brondong dengan seorang janda saja, padahal inti sebenarnya adalah lebih dari tersebut, karena ini memang bukan film remaja belasan tahun yang sulit ngomong cinta.

Saat melihat teaser dan spoiler film Arini saya merujuk pada durasi yang hanya 79 menit, belum lagi tempo film ini lambat karena juga menggunakan alur bolak-balik di hampir setangah durasi film, mungkin durasi ini juga mempengaruhi konflik lain yang kurang maksimal, dengan hanya 4 tokoh inti yang hanya berfokus pada 2 tokoh saja, bahkan hanya 3 karena tokoh Ira malah porsi hanya sepersekian saja padahal akar dari konflik adalah Ira dan Helmi yang memiliki hubungan gelap.

So, Sebenarnya film Arini adalah sebuah film Arini, jangan harap ada multikonflik seperti halnya dalam novel, lupakan juga fair Ira dengan Helmi, karena film ini pure hanya fokus pada Arini dan Nick tak lebih sebenarnya. Jikapun saya menilai kekuatan film ini ada pada music latar yang pas gak lebay macam film musikalisasi, setting pengambilan gambar yang ciamik, dan latar Jerman yang waw.

Selebihnya meski Morgan Oey sukses menjadi Nick, dan Aura Kasih sukses menjadi Arini tapi rasanya masih miskin chemistry, tokoh lain macam Ira dan Helmi juga minim porsi dalam film ini, tapi film ini masih tetap recomended, jika sesudah melihat film ini lalu baca novelnya mungkin akan terasa bedanya.

Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar