Ada
yang merindukan Dian Sastro dan Nicholas Saputra dalam satu film, that
its , jika iya pun demikian sama dengan saya, tentu saja kali ini
keduanya bisa di temui dalam film Aruna dan Lidahnya yang pasti jangan harap
keduanya memerankan pasangan couple
tapi tentu saja masih dalam hubungan yang menyenangkan yakni persahabatan.
Aruna
dan Lidahnya adalah sebuah film adaptasi lepas dari novel dengan judul yang
sama karya Laksmi Pamuntjak, jadi jika anda sudah baca novelnya sudah pasti
tahu betapa menariknya adaptasi dalam filmnya namun dengan beberapa perbedaan ,
ya namanya juga adaptasi lepas.
Film
ini bercerita tentang Aruna yang diperankan oleh Dian Sastro yang melakukan
pekerjaan investigasi wabah flu burung di empat kota yakni Surabaya, Pamekasan,
Pontianak, dan Singkawang tentu di samping itu Aruna juga melakukan perjalanan
kuliner dari setiap tempat yang di kunjungi.
Di
temani dengan sahabatnya Bono (Nicholas Saputra) dan Nad (Hannah al-Rashid)
perjalanan nikmat mencicipi makanan yang sudah di rencanakan berubah dan campur
aduk bersamaan dengan datangnya Faris (Oka Antara) mantan rekan kerja Aruna.
Seperti
halnya rasa sebuah makanan ada asam, pahit, manis, dan kecut begitu pula
perjalanan mereka berempat dari kota ke kota yang mereka singgah I selalu saja
hal menarik yang dijumpai entah itu tentu pribadi dari masing-masing tokoh
sampai hal tak terduga mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan Aruna dan
Fariz.
Kenyang
Nyatanya
sepanjang film penonton akan di suguhi oleh kuliner-kuliner yang tentu saja
akan membuat stock air liur terkuras. Total ada 21 makanan yang disajikan dalam
film ini. Tentu saja tidak hanya sekadar makan lalu lhap, tampilan setiap
makanan yang di sajikan juga nampak pas dan ekstetis hal ini wajar mengingat
tentu ada seorang Puji Purnama seorang professional dalam bidang penataan
hidangan (food stylist).
Maka
dari itu disarankan untuk mengenyangkan perut sebelum nonton film ini, jika
tidak rasa lapar akan menggebu-gebu.
Tokoh nyaris Perfect
Keempat
tokoh dalam film ini diisi oleh nama-nama yang tidak asing di telinga, terutama
Dian Sastro sebagai si tokoh utama dalam judul “Aruna”. Dian Sastro tetap akan
menjadi Dian sastro, tapi dalam film ini Aruna diperankannya dengan baik sama
halnya dengan saat dirinya menjadi kartini aksen dialognya memang khas Dian
Sastro sangat seperti logat bicara yang tegas dan tinggi penuh penekanan tetap
akan ditemui meskipun dalam bingkisan Aruna sekalipun.
Yang
menarik tentu saat Dian membawakan gaya breaking the truth wall yang
diarahkan oleh sang sutradara Edwin memberi sesuatu yang beda, tentu dengan
takaran yang pas dan nggak over lebay seperti Deadpoll.
Tokoh
lain seperti Hannah Al Rashid malah membuat kagum, bagaimana tidak memerankan
seorang Nad dengan karakter sifat perempuan masa kini dengan segala kisah
hidupnya sebagai penulis buku kuliner, malahan karakter Hannah lebih kuat dan menambah kesan variasi
yang menarik dalam film.
Dialognya
pas apalagi kemampuan akting-nya sama sekali tidak dibuat-buat menandakan
adaptasi Hannah sebagai nad dalam film ini patut di cungi jempol.
Bono
yang diperankan oleh Nicholas Saputra pun juga sama-sama membuat kagumnya
dengan Hannah, meski secara visual berbeda dengan Bono-nya Aruna versi Novel,
nyatanya dalam film perbedaan rambut pendek dan panjang bukanlah sebuah masalah,
hal itu tentu berkat akting dan dialog yang kuat oleh Nico.
Sebagai
chef juga Bono versi Nico ini dialognya juga ala-ala chef tentu dengan segala
kemampuan dialog dan ocehannya tentang makanan, meski begitu sebagai chef cara
memasaknya terlihat sedikit agak kaku.
Lain
lagi dengan Oka antara sebagai Farish memang wajib memiliki karakter kaku dan
sedikit angkuh, khas laki-laki maskulin zaman now, exactly sebagai
laki-laki model seperti itu memang lekat dengan karakter-karakter yang
diperankannya selama ini, hanya dalam scene menjelang akhir film dialognya
sedikit agak kurang kuat dan kurang match dengan gesture.
Tokoh
lain seperti Ayu Ashari sebagai Maya atasan Aruna malah terkesan kurang kuat sebagai
perempuan menjelang tua yang memiliki affair dengan laki-laki yang lebih muda,
begitu juga dengan Desta yang terkesan kurang kuat dialognya terutama saat
dengan Aruna.
Joke-Joke Dewasa Pesan yang
Tersirat
Jika
anda penonton berumur menjelang 30 atau setidaknya 30-40 an tahun tentu akan
familiar dengan joke-joke yang sering dilontarkan saat sedang nongkrong begitu
juga dalam film ini, joke-joke yang disajika ringan dan mengena tidak perlu
menggurui macam film komedi lain, tapi cukup dengan dialog ringan ala
kongkow-kongkow nyangkruk sehari-hari pasti lebih akan membuat penonton tertawa
dan terhibur.
Lupakan
juga jika anda berharap aka nada adegan gombal-menggombal ala dilan 90’s atau
rompis yang ada hanya adegan malu-malu khas zaman dahulu, meski di satu sisi
ada sesuatu adegan yang kontras seperti hubungan Bono dan Nad, tapi ini sah
secara ini bukan film remaja belasan tahun.
Terlebih
dialog-dialog dan beberapa scene adegan ini sebanarnya sarat akan makna yang
tersirat, sekali lagi tak perlu dialog panjang lebar cukup penataan posisi
scene dan tingkah laku beberapa pemainnya sudah sarat akan makna.
Seperti
tingkah tidak biasa nad, pakaian yang dipakai bono, tingkah laku Farish
terhadap Aruna, dan Tentu saja Lidah Aruna yang terasa tidak beres juga demikian
penuh dan sarat akan makna.
Pada
akhirnya Aruna dan Lidahnya tidak hanya sekadar santap-menyantap makanan.
Makanan di sini lebih sebagai media pemersatu dan penyampaian maupun sebuah
interpretasi tokoh-tokohnya. Hal yang paling utama tentu adalah pesan dan nilai
dari sebuah persahabatan antar tokohnya, terlepas tentu ada rasa ketertarikan
di dalamnya tentu saja itu mengapa ada “Lidah” dalam judul Film& Novel Ini.
Joke-joke
yang ringan namun mengena, akting para aktornya bagus, jalan cerita yang ringan
dicerna, dan tentu dialog yang sarat akan makna dan pesan adalah sesuatu yang
patut di apresiasi , jarang-jarang loh ada film Indonesia dengan actor dan
aktris umur 30 an tahun seperti ini.
Semoga Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar